Terlewati sudah 120 jam di tahun 2014 ini. Melewati tahun baru bersama beberapa sahabat tanpa melepaskan kembang api mengingatkanku sebuah momen di tahun 2008 dimana saya masih menjadi peserta di acara organisasi dan menyaksikan kembang api yang dilepaskan oleh para panitia acara. Tahun ini memang paling beda karena situasi gunung Sinabung yang tidak bersahabat. Cukup sedih sebenarnya. Bayangkan setiap tahunnya kita merayakannya dengan penuh keceriaan akan megahnya kembang api, lalu perasaan tersebut tiba-tiba redup seketika. Mungkin belum terbiasa sehingga perubahan feeling itu bisa sangat terasa.
Tapi, semuanya pun telah lewat dan berjalan dengan aman tenteram. Bahagia bercampur syukur, bisa melewati tahun 2013 dengan penuh pembelajaran hidup. Ketika menelepon papa mama untuk menyampaikan ucapan tahun baru, ternyata mereka sudah tidur. Papa mengangkat telepon dengan suara ngantuk dan hanya membalas ucapan saya dengan, “Ya ya ya…”. Lalu, selang beberapa menit kemudian, sms pun masuk dari no hp papa,
“SELAMAT ULANG TAHUN…. TGL 01-01-1991….. 2014…. PANJANG UMUR… SEHAT SELALU.. MAJU TERUS…. BERKARYA… DAVID WIJAYA….”
Ucapan dari papa yang gak pernah aku bayangkan sebelumnya adalah tentang “berkarya”. Memang berkarya adalah progress yang sedang saya jalankan. Walaupun saya memilih untuk tidak meneruskan bisnis papa dan memberikannya kepada adik ke-2 saya, maka saya harus berjuang lebih keras lagi dalam karir hidup saya. Saya cukup bersyukur dengan kedua orangtua saya yang tidak mengekang jalan karir hidup saya ke arah yang mereka inginkan. Walaupun begitu, ini juga menjadi tekanan hidup karena masa depan saya hanya satu-satunya ada di tangan saya. Saya sempat berpikir, seandainya kemarin saya memutuskan untuk meneruskan usaha papa, maka saya tidak usah pusing kepala lagi meniti karir dan tinggal mencari pendamping hidup (baca: istri). HaHa. Tapi, keputusan telah dibuat, juga mempertimbangkan karakter saya yang lebih cocok ke bidang yang lain, maka saya harus yakin dengan keputusan tersebut.
Resolusi di tahun 2014 tentu adalah karir yang sedang saya rintis di bidang usaha kuliner dan souvenir. Itu sedang jadi prioritas utama saya saat ini. Walaupun (terus terang saja) progressnya masih sangat lambat, saya masih harus banyak mempertimbangkan berbagai hal: mulai dari kegiatan organisasi, kondisi keluarga, rencana bisnis untuk jangka panjang, wawasan dan pengalaman yang masih dibangun, skill dan kreativitas yang sedang dikembangkan, sampai kondisi keuangan yang harus serba hemat. Sebenarnya mau cepat selesai sih bisa aja, tinggal membiarkan uang yang berbicara. Namun, saya gak berani mengambil resiko jika harus mengorbankan banyak uang untuk usaha yang baru dirintis. Untuk itu, saya lebih mengorbankan waktu, keringat, dan pemikiran saya semaksimal mungkin sehingga semua hal harus saya research sendiri, rencanakan sendiri, lakukan sendiri, dan gigit jari sendiri saat ada beberapa rencana yang sempat gagal. Tak apa-apa, learning by doing, lambat asal selamat. HaHa.
Berbicara tentang kondisi keuangan, untuk itulah saya harus menjalankan bidang souvenir juga. Bukan karena serakah ingin pijak 2 perahu sekaligus, tapi saya hanya tidak ingin finansial keluarga saya menjadi terganggu semenjak usaha kuliner berjalan nantinya. Bisnis kuliner bisa sangat beresiko karena bahan harus dibuang jika tidak laku (tidak bisa simpan lama-lama). Lagian itu juga salah satu passion saya di sana. Setidaknya, pendapatan ini bisa sedikit banyak membantu. Dan, terpaksa harus serba hemat. Saya semakin mengerti kenapa selama ini mama sungguh menyebalkan dengan sikap pelitnya dan super hemat. Apalagi jika harus makan di luar dan bertempat di cafe yang sedang menjadi lifestyle anak muda kota Medan, maka tidak bisa dibayangkan perasaan mama tentang “bagaimana uang begitu mudahnya dipakai namun susah untuk dicari”. Itulah yang sering diingatkannya kepada kami (baca:anaknya). Saya tidak bisa menyimpulkan kalau nongkrong di cafe itu gak baik karena kondisi masing-masing dari kita itu berbeda-beda dan tujuannya juga beda untuk setiap orang.
Jadi teringat bincangan dengan teman lama dulu, Yunita, yang sempat membahas bagaimana dulunya di masa sekolah, anak muda itu menghabiskan waktunya bersama teman dengan ngumpul di rumah teman sambil main kartu, pesan makan delivery, ataupun nonton bareng sehabis beli kaset. Tapi, sekarang lifestylenya dah memang berubah, ditambah tempat nongkrong yang mulai berjamuran dengan konsep kreativitasnya masing-masing. Dan, minuman yang dipilih pun sudah lebih ekstrim dari biasanya. HaHa. Yah, itulah kesimpulan yang bisa kita ambil dari perbincangan tersebut walaupun gak ada survei nyata yang benar-benar menyimpulkan fakta tsb. Itu hanya pendapat pribadi dan saya juga sendiri melakukannya. HaHa. Papa pernah berkata, “Kalau orang yang pendapatannya pas-pasan, cobalah sering nongkrong di cafe. Lama-lama pun tumpul (baca: miskin) jadinya. Apalagi kalau sama pacar (baca: cewek), matilah kalau harus bayar lagi.”. Pikir-pikir masuk akal juga. Apalagi zaman sekarang, hampir semua barang naik harga semenjak naiknya kurs Dollar terhadap Rupiah. Saya memang lebih baik memilih untuk tidak “enjoy life” di hadapan orang namun tetap stabil dengan finansial sendiri, daripada “enjoy life” di hadapan orang namun megap-megap setelahnya. Yah, itulah pilihan hidup yang saya harus pilih dengan situasi saya saat ini.
Dari berbagai pengalaman di atas, saya semakin mengerti kenapa terkadang saya melihat beberapa orang harus melakukan sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, yang tidak pernah kita inginkan sebenarnya, dan yang tidak pernah kita harapkan sebetulnya. Saya yakin, mereka mempunyai jalan hidup mereka sendiri. Kita tidak tahu (dan mungkin tidak akan pernah tahu) apa cerita di belakang layar kehidupan mereka. Saya juga yakin, hidup ini terasa lebih indah ketika kita bukan hanya melihat apa yang mereka perankan di panggung kehidupan, namun juga apa yang mendorong mereka melakukannya.
China – 2007
Terima kasih atas semua pengalaman hidup yang telah saya jalani hingga saat ini. Hanya rasa syukur yang bisa membuat saya lebih bahagia: mensyukuri apa yang saya miliki saat ini (terutama kedua orang tua dan kedua saudara yang melengkapi keluarga), kakek nenek, para guru, sahabat, dan kerabat, juga mensyukuri apa yang telah hilang dari genggaman, serta mensyukuri dengan kesiapan diri di masa mendatang yang belum pasti.
Sebuah curhatan di awal tahun 2014, sekaligus menyimpulkan pengalaman hidup selama tahun 2013. Happy New Year 2014. Tetap semangat ya! (:
Feel free to like & share: