Latest Entries »

1.jpgWah, 7 bulan lamanya gak update blog lagi. Aku kembali jika ada “tetek bengek” yang pengen kucurahkan tanpa orang harus mengetahuinya secara langsung. Yah. Ngomong soal kebaikan, mungkin kita tahu ada pepatah mengatakan, “Jika tidak bisa berbuat baik, setidaknya jangan berbuat jahat. Jika tidak bisa berkata baik, setidaknya jangan berkata kasar.”

.

Quote itu beneren gak memaksa dan adil menurut aku. Karena orang baik itu belum tentu dikatakan baik kalau hanya dia berbuat kebaikan. Gak buat jahat juga uda termasuk baik. Dan, orang yang bisa berbuat baik itu sebuah anugerah tambahan yang pantas disyukuri dan tidak perlu dibandingkan dengan yang tidak punya kesempatan untuk itu. Yah, tidak semua orang punya kesempatan dan kemampuan untuk bisa berbuat baik, dan kondisi tsb tidak perlu membuat adanya perasaan berkecil hati. Well, melalui berbagai pengalaman dan kondisi yang aku hadapi, ada berbagai kasus yang membuat hatiku penuh kejengkelan, dimana hal ini menyangkut dengan quote di atas.
.

Bisa bayangkan gak, ada kondisi dimana ada sebagian orang yang gak berbuat jahat tetapi mencegah orang untuk berbuat baik. Ya, mencegah! Bisa bayangkan gak, orang yang mau berbuat baik itu akhirnya jadi takut dan menyesal. Aku yang menyaksikan itu secara langsung rasanya kayak “Aduh, kok gitu sih jadi orang? Orang kalau mau berbuat baik, mana mau lagi. Situ dosanya kurasa gak beda jauh lagi sama orang yang berbuat jahat di luar sana. Duh duh duh.”

.

Aku sebenarnya gak bisa tinggal diam melihat kondisi seperti itu karena aku beneren sangat keras jika saya yakin ini adalah untuk kebaikan lebih banyak orang. Tetapi banyak pertimbangan yang membuatku untuk tidak memberontak. Yah, ada beberapa hal besar yang “terpaksa” harus menjadi prioritas utama yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. Tapi saya beneren belajar satu hal yang beneren masuk di hati.

Ketika kita sudah memiliki suatu kedudukan ataupun wajah yang lebih terpandang, dan juga memiliki “deking” di belakang yang bisa aja membela kita walaupun kita salah, atau mungkin karena jasa kita yang telah berpuluh tahun sudah kita tabung dan bisa kita banggakan, well sebaiknya jangan jadikan itu sebagai alat penguasa yang bisa dimanfaatkan dengan semena-mena walaupun kita merasa kita benar.

Pembelajaran ini yang membuatku “takut” akan kekuasaan dan kedudukan. Dulu aku sangat ambisius dengan namanya “jabatan” karena rasanya keren dan bisa memerintah dengan gagahnya seperti pemimpin yang saya tonton di televisi/film. Tetapi setelah melihat beberapa contoh dimana banyak orang yang berubah 180 derajat ketika berada di posisi tersebut, aku beneren takut. Yes, T A K U T. Aku takut berubah dengan “GAK SADAR” dan merasa bawah orang yang telah berubah memandang diriku, dimana kenyataannya aku lah yang sudah berubah.

.

Dan, 1 lagi. Jangan jadi penyulut api alias tukang bakar, yang di belakang suka mengompori tetapi di depan pura-pura bego, mikirnya orang lain gak tau dan mikirnya juga orang lain itu bego, kiranya ini semua terjadi secara alami. Aku beneren sedang melihat drama yang sangat mengguncang emosional hati. Aku kadang pengen ketawa sangking keselnya berkata dalam hati, “Eh, ada aja yah orang seperti ini.” dan kadang pengen aja aku cubit pipinya, “Aduh, kamu ngeselin deh!”.

.

Yah, setelah berpikir sangat panjang, cara meluapkan kekesalan dengan emosional gak akan mengatasi permasalahan seperti ini. Aku hanya bisa mencurahkan lewat tulisan, dan mengambil hikmah pembelajaran dimana ini mengingatkanku untuk tidak menjadi orang seperti itu. Just as a self-reminder dan semoga kalian yang mengalami kondisi seperti ini, anggaplah untuk menguji kesabaran. Bagi sebagian yang mungkin merasa “tersindir”, yang pastinya tidak disengaja, tapi setidaknya kamu bisa mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan tindakan tsb, baik yang kamu sadari ataupun bisa aja tidak kamu sadari dan memahami bagaimana pandangan orang yang menyaksikannya dari sudut pandang yang berbeda.
.
Yah, aku sangat menyayangkan, jika orang yang sudah sangat lama berada di lingkungan yang baik tetapi menjadi “terlena” dengan kedudukan dan “aman” dengan memanfaatkan tameng dari orang-orang tertentu, yah aku rasa percuma saja. Dipandang secara luar itu bagus rupanya didalam terdapat beribu lika-liku permainan merangkai kata dan bersilat lidah.
 .
Terima kasih atas pengalaman dan pembelajaran ini.

KESAN SUKACITA

Akhir tahun 2016 sudah dekat. Waktu terasa cepat berlalu. Tahun depan akan menjadi tahun yang semakin menantang karena saya perlu menyeimbangkan kehidupan saya dari berbagai tanggung jawab yang ada. Banyak orang baru yang akan masuk dalam lingkaran kehidupan saya, baik dari jenjang perbedaan umur hingga jabatan dalam badan usaha (bisnis) maupun organisasi. Banyak target baru yang akan dicapai, baik dari sisi passion maupun profesionalitas kerja.

.

Sebuah harapan kecil, semoga semuanya akan berjalan dengan penuh “kesan” sukacita. Walaupun pohon yang tinggi tidak akan terlepas dari angin yang semakin besar untuk dihadapi, saya akan senantiasa berusaha untuk menjalaninya dengan rasa syukur dan bahagia. Bukan dengan cara tidak peduli dengan masalah yang akan timbul nantinya, tetapi dengan bagaimana saya bisa menerimanya dengan lapang dan mengubah sudut pandang dengan bijak.
.

Menjadi garam, bukan menjadi sebatang jarum dalam air. Yang ketika diaduk, garam larut sedangkan jarum tidak. Semoga saya bisa menyesuaikan diri dengan baik di dalam lingkungan yang akan memberikan ujian dan tantangan yang terkadang bisa membuat kita tertekan dan tidak berdaya, hingga pasrah dan akhirnya menyerah.

a

Quote ini sangat menginspirasi untuk menjadi panduan saya dalam menghadapi tahun depan 2017. Komunikasi adalah kunci yang senantiasa saya jaga dalam hubungan dengan orang-orang di sekitar. Saya cukup berterima kasih dengan sebagian orang yang bisa dengan terbuka dengan kehidupan dirinya, berbagi suka-duka cerita mereka, berbagi pandangan dan cara mereka menghadapi masalah, semuanya itu telah membuat pikiran saya menjadi lebih terbuka dan dewasa. Semoga jalinan komunikasi ini semakin terjalin erat dan harmonis hingga menginspirasi orang lain untuk menjadi lebih baik lagi.

.

Yah, pada akhirnya, kita hanya akan meninggalkan “kesan” di setiap orang yang kita kenali. Dan, pada akhirnya juga, kita hanya akan mengenang “kesan” yang selama ini kita alami dari setiap kejadian dengan setiap orang yang hadir dalam kehidupan. Yah, semoga semuanya berjalan dengan kesan sukacita.

.

Tetap semangART!

forbes-quote-inspirational-insight-business-entrepreneur

Yah, tidak terasa sudah 3 bulan lamanya meninggalkan kegiatan menulis ini. Banyak hal yang sebenarnya ingin dicurahkan, namun di lain sisi, tidak semua hal itu perlu diungkapkan. Terkadang ada baiknya perlu kita lupakan dan pasrah membiarkan semuanya hilang dengan hembusan nafas panjang.

x

Tentu kita ingin bahagia dengan kehidupan yang kita jalani setiap hari. Bersosialisasi dan bekerja sama dengan orang lain adalah sebuah realita dimana kita akan banyak berjumpa dengan beragam sifat dan watak yang berbeda. Kadang bisa merasa jengkel dengan sebagian orang yang mempunyai prinsip yang kuat namun mengecewakan. Ada sebagian orang yang tidak teguh dengan prinsip hidupnya sehingga tidak ada pendirian dalam mengambil keputusan.

x

Mama sering bilang, “Jadi orang itu susah. Serba salah.” Iya, sih. Memang jadi orang itu susah, asal jangan sampai menyusahkan orang saja. Hidup ini hanya perlu penyesuaian dengan sebuah prinsip hidup yang tidak perlu terlalu keras. Pengalaman selama ini menyadari saya bahwa kuncinya adalah komunikasi dan pengertian.

Komunikasi tidak hanya sekedar mengeluarkan ucapan sendiri, namun juga meresap perkataan orang lain. Komunikasi itu mendengarkan dan memahami, bukan mengungkapkan dan menuruti.

Pengertian itu tidak hanya sekedar mengikuti lewat ucapan, namun menghormati lewat tindakan. Pengertian itu adalah kepercayaan dan lapang hati untuk menerima konsekuensi, bukan mengaturi dan menuntut kesempurnaan diri.

Semoga pengalaman dan pembelajaran hidup ini menjadi lebih berharga untuk penyadaran diri di masa mendatang. Inspirasi tulisan ini termotivasi dari artikel kontributor Forbes, Matt Rissell. Terima kasih.

Link artikel sepenuhnya: http://www.forbes.com/sites/mattrissell/2016/05/02/partnerships-are-the-kiss-of-death-heres-why-i-formed-one-anyway/#67c9f346f140

Beberapa minggu belakangan ini, saya banyak menghabiskan waktu di rumah. Menyendiri di ruang kerja, saya pun merasakan depresi yang membuat saya stagnan dan tidak produktif. Menghabiskan waktu di dunia maya dan bermain games hingga 4-6 jam setiap hari, saya merasa itu hanyalah sebuah pelampiasan untuk lari dari kehidupan nyata. Setelah rasa ngantuk menyadariku untuk berhenti, saya lalu menyesali bahwa apa yang saya lakukan itu tidak ada artinya di masa mendatang. Dengan berjanji dengan diri sendiri bahwa itu tidak akan terulang lagi, eh besoknya malah diulangi lagi. Setiap hari, terus-menerus, saya melakukan hal yang sama, namun saya terus membohongi diri sendiri. Saya menyadarinya namun tidak bisa melawannya. Saya tidak bisa melawannya, lalu saya pun menyesalinya.

Terkadang pikiran berimaginasi untuk merencanakan banyak hal untuk dilakukan, namun semuanya sirna ketika berakhir dalam tindakan. Menceritakan segala visi misi kepada orang lain agar mereka terkagum, namun sebenarnya saya sendiri belum tentu bisa merealisasikannya. Semuanya hanya rencana, namun tindakan belum tentu ada. Walaupun tindakan sudah ada, namun konsistensi akhirnya tiada.

Saya terus melawan diri saya sendiri, dan semakin dilawan, saya sebenarnya semakin tertekan. Ada sebuah sisi dimana saya ingin diperhatikan dan diberikan pujian. Mengharapkan respon dari setiap foto dan video yang saya unggah di sosial media, saya semakin terikat dengan terus menunggu setiap notifikasi agar batin ini terpuaskan. Dan ketika respon yang datang tidak seperti yang saya harapkan, tekanan kembali lagi datang dan berakhir dengan pelampiasan menghibur diri sendiri. Saya sadar, saya sudah tertarik cukup dalam di kehidupan maya. Yang saya korbankan adalah waktu di masa muda saya ini.

Saya semakin sadar bahwa saya memiliki dua sisi yang bertolak belakang dan saling melawan. Mereka berusaha ingin mendominasi namun saya yang berada di antara itu malah tidak bisa mengambil keputusan. Saya tertarik kesana kemari, tidak ada prinsip yang saya pegang teguh untuk melawannya. Saya sedang mencari tahu bagaimana saya harus menghadapi momen seperti ini. Momen ini tidak akan pernah hilang dan saya harus lebih siap ketika momen tsb kembali datang.

Sebenarnya saya sudah mencoba melawan, namun sisi tersebut semakin kuat dan mendominasi. Yang bisa saya lakukan sekarang adalah berusaha merubah perspektif. Menerima sisi tersebut tanpa melawan dan menjadikannya sebuah batu loncatan untuk memperkuat sisi yang sebaliknya. Batin ini memang tidak pernah diam dan susah diatur. Naik turun kesana kemari, yang pada akhirnya saya harus memutuskan sisi mana yang harus saya pertahankan untuk dijadikan kebiasaan dan karakter diri. Saya yakin inilah ujian terberat di masa muda karena ini tidak hanya sekedar mencari jati diri, namun bagaimana melawan kebimbangan dan bertoleransi dengan dua sisi kepribadian dalam diri kita.

Tetap semangART!

KOMUNIKASI KELUARGA

DCIM101GOPRO

Saya belajar banyak dari sebuah kegiatan sederhana dalam keluarga, yaitu sebuah komunikasi. Proses berbagi pengalaman melalui persepsi kehidupan yang beragam, membuat pemikiran saya lebih terbuka dengan realita kehidupan yang ada. Yah, tidak mudah memulai sebuah komunikasi, karena komunikasi tidak semata hanya berbicara dan mendengar, namun lebih ke perasaan untuk mencurahkan, yang juga tak semata hanya ingin melampiaskan namun perlu didasarkan dengan sikap hati untuk mendengar dan merefleksikan.

 

Dari komunikasi dalam keluarga, saya belajar untuk lebih jujur bahwa tidak semua hal hanya perlu disimpan dalam hati dan membiarkan waktu menghapus semua memori tsb. Dari komunikasi dalam keluarga, saya mencoba untuk lebih dari sekedar menjadi diri sendiri, namun lebih menjadi sebuah keluarga yang mewakili perasaan mereka semua. Saya tidak bisa egois karena saya tidak hidup sendiri. Saya memiliki mereka, dan mereka juga memiliki saya.

 

Roda kehidupan terus berputar. Saya lebih banyak belajar untuk mendengar, meluangkan waktu untuk duduk bersama mereka, meluangkan mata untuk melihat mereka dalam setiap percakapan, dan meluangkan telinga serta hati untuk meresapi tujuan dari apa yang ingin mereka sampaikan. Suatu saat, saya akan menjadi mereka dan kelak saya juga memiliki keluarga saya sendiri, dimana proses mendengar dan menyampaikan akan terulang kembali seperti yang saya rasakan sekarang.

 

Bertukar pikiran hingga berdebat karena berbeda pandangan adalah sebuah hal wajar dalam komunikasi keluarga. Saya percaya, keluarga yang harmonis bukan berarti keluarga yang selalu menjalani momen kebahagiaan dengan komunikasi yang lancar tanpa perdebatan, namun keluarga harmonis adalah mereka yang bisa menjalani kebahagiaan bersamaan dengan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan, dengan saling memberi dan mendengarkan, dengan saling menjaga dan melindungi, serta dengan saling mengalah dan menghargai.

 

Tidak mudah karena setiap anggota keluarga memiliki ego masing-masing. Saya juga masih berusaha untuk tetap menjadi jembatan dalam keluarga sehingga mereka tidak berpisah jauh namun tetap ada sebuah ikatan yang bisa membawa kembali aura kekeluargaan antar satu sama lain. Mari kita bersama berjuang untuk menjadi jembatan antar setiap anggota dalam keluarga kita.

 

Berusahalah karena keluarga adalah modal kesuksesan kita (:

Hey, I’m back! Finally! Hahaha..

Sebenarnya sesibuk apapun, saya tidak pernah melupakan blog ini, cuma saya sering terdiam ketika harus memulai sebuah tulisan. Banyak perspektif bercampur aduk di otak dan berebut untuk dicurahkan dalam tulisan, sedangkan jari-jari ini tidak sanggup untuk merealisasikan mereka semua.

 

Hari ini, saya berusaha untuk menentramkan mereka kembali dan bertoleransi untuk bisa bekerja sama menghasilkan sebuah tulisan yang bisa mewakili suara hati. Yah, “Sengenggam Penyesalan”. Hingga sekarang, di umur 25 tahun ini, saya masih sering bertanya kepada diri saya, “David, apa sih yang sudah kamu lakukan selama ini?” “Kamu hidup buat apa sih David?” “Apa yang sudah kamu kerjakan hingga saat ini?” “Apa yang sudah kamu hasilkan?” “Apa yang bisa kamu banggakan?” “Lihat tuh orang-orang di luar sana udah punya pekerjaan yang mapan.” “Itu tuh seumuran kamu udah jadi orang sukses, lihat kamu sekarang, punya apa?” “Ah, udahlah, lupakan saja la David kalau kamu bisa capai impian seperti itu.”

 

genggaman penyesalan info77 david wijaya medan davidwijaya91 doodle art medan dwskellington

Sekuat apapun, ada saatnya saya tidak bisa melawan pemikiran tersebut yang sering terbayang-bayang ketika tidak ada hal yang bisa saya banggakan dalam hidup. Sekuat apapun juga, ada saatnya saya harus menerima pemikiran tersebut sebagai sebuah genggaman penyesalan.

 

Terkadang saya sering melawan suara hati antara realita kehidupan dengan apa yang ingin saya perjuangkan. Kedua hal tersebut tidak sering sinkron berjalan, malah lebih sering bertentangan dan saling melawan. Banyak tulisan ataupun kata motivasi yang sering kita baca, bahwa kita harus menjalani kehidupan dengan mencintai apa yang kita kerjakan. Namun, itu sama sekali tidak gampang. Menjadi beda dari yang lain ibaratnya seperti menjadi ikan di daratan.

 

 

 

 

Terkadang tidak ada yang peduli seberapa tersiksanya ketika kita kehabisan oksigen yang tidak bisa kita hirup di daratan, seperti halnya ketika kita kehabisan motivasi untuk bisa bertahan dengan apa yang kita sukai untuk bisa menjadi sesuatu yang bisa kita banggakan.

 

Terkadang perjuangan tersebut memaksa kita harus kembali ke perairan agar kita tidak mati di tengah jalan dan ditertawakan oleh mereka yang berada di perairan. Terkadang ingin kembali namun hati ini menyisakan penyesalan dan sebuah gengsi yang tidak ingin diperlihatkan, karena kita menyerah dan kembali ke arah yang sudah dijalani mereka selama ini.

 

Yah, saya sering menyesali hal tersebut karena saya berada di tengah perjalanan, antara kembali atau maju, antara menyesal atau bertahan, dan antara berjuang ataupun pasrah. Saya tidak ingin menilai mereka di luar sana bahwa mereka itu sama dan saya lah yang ingin beda dengan yang lain, ataupun saya egois untuk tidak ingin disamakan dengan yang lain, namun sebenarnya saya hanya ingin mendengar kata hati yang lebih sering jujur menilai diri saya, ketimbang logika dan perspektif yang saya pikirkan selama ini. Suara hati kadang terlalu kecil sehingga saya mengabaikannya, sedangkan suara penyesalan terkadang lebih peduli sehingga menjadi genggaman kuat yang sulit dilepaskan.

 

Saya yakin, saya tidak sendiri merasakan hal ini. Saya juga yakin, banyak yang sedang memperjuangkan genggaman penyesalan mereka agar suatu saat mereka bisa melepasnya dengan sebuah senyuman dilandaskan keikhlasan. Dan saya semakin yakin, bahwa banyak yang sedang mengikuti kata hati mereka. Yah, sampai kapan kita bisa bertahan? Sampai kapan kita bisa memperjuangkannya? Dan, sampai kapan kita bisa membanggakannya? Yah, jawabannya sederhana: “Suatu hari nanti”. Kita tidak tahu kapan, namun kita tahu pasti ada hari dimana kita bisa menjawab semua pertanyaan tersebut. Ada hari dimana perjuangan kita menjadi seekor ikan di daratan akan menjadi sebuah cerita yang bisa dinostalgia diiringi senyuman dan tawaan, baik bagi diri kita maupun orang lain.

 

Yah, suatu hari nanti ~

 

Tetap semangART!

trust

Jika itu milikmu, dia tidak akan lari kemana. Jika itu bukan milikmu, sampai kemanapun dikejar, dia tidak akan pernah singgah dalam kehidupanmu. Bukanlah sebuah perasaan pasrah ataupun bergantung kepada takdir, namun lebih kepada bagaimana kita dapat semakin menghargai apa yang telah kita dapatkan & berikan, dan semakin mensyukuri orang-orang yang berada di sekeliling kita, yang telah meluangkan waktu hidup mereka untuk mengisi keseharian kita dengan penuh kesan. Tak lupa, hidup juga harus penuh perjuangan, mencapai apa yang kita mimpikan, membahagiakan orang-orang yang telah memberikan kita kehidupan yang berarti, dan menginspirasi mereka agar mereka dapat menjadi lebih baik lagi di setiap aspek kehidupan. Tetap semangART!

MOMEN KESEDERHANAAN HIDUP

Yeay, akhirnya sudah memasuki tahun 2016. Tulisan pertama di tahun ini bakal dimulai dengan flashback beberapa momen berkesan selama tahun 2015. Mungkin tidak banyak yang bisa diceritakan, karena sebagian sudah tenggelam dalam ingatan dan sebagian telah melebur dalam bentuk kesan dan hikmah kehidupan.

aspek keluarga - info77 wordpress blogging sharing blog M medan blogger

Namun, dari keseluruhan aspek kehidupan (karir, keluarga, passion, spiritual, sahabat, partner, pengalaman, etika dalam masyakarat, aktivis, bisnis, hubungan sosial, hingga relawan), saya paling mempertimbangkan pentingnya aspek “keluarga” dalam sebuah nilai kehidupan. Prinsip hidup dimana saya sangat percaya bahwa keluarga adalah sebuah jodoh yang sangat kuat dimana telah dibangun dari hubungan yang sangat kompleks, dan tentu saya tidak boleh menyia-nyiakan jodoh tersebut selagi saya mampu mempertahankannya.

.

Mempertahankan hubungan keluarga, bukan berarti sebuah keluarga tersebut harus terlihat rukun. Tolak ukur sebuah keluarga sangat relatif karena setiap keluarga itu berbeda. Ada yang harus dikorbankan, dimana jika selama ini saya sangat menjaga hubungan keluarga maka di lain sisi ada aspek lain yang tidak menjadi konsentrasi saya, seperti salah satunya aspek karir yang belum menjanjikan. Saya harus menerima konsekuensi tersebut, karena masyarakat bisa melihat perkembangan karir dari luar sedangkan perkembangan dalam keluarga tidak bisa secara gamblang dinilai orang.

IMG_5390

Membangun usaha Mie Tarek bersama mama dari angka nol sejak setahun lebih yang lalu, tujuannya hanya satu, ingin saling mendukung satu sama lain dengan kemampuan dan tenaga yang ada. Sejak itu, saya memiliki tekad untuk mengorbankan segala gengsi dan pendidikan S1 cumlaude saya sebagai seorang penjual mie. Namun, tidak ada yang tahu bahwa sejak usaha tersebut, kami melalui berbagai tantangan, salah satunya penyesuaian kerja sama antara saya dengan mama sebagai partner dalam bisnis. Kami telah melalui berbagai gejolak pertengkaran hebat dimana dari kejadian tersebut, kami semakin menghargai arti keluarga. Di akhir tahun ini, kami sekeluarga bisa berkumpul kembali karena sebuah stand Mie Tarek di kegiatan organisasi sosial. Walaupun tahun ini dilalui tanpa adik terkecil (Daniel Wijaya), namun momen kebersamaan ini adalah doa ulang tahun saya di 2 tahun sebelumnya. Proses ini tidak mudah karena itu adalah tantangan tersendiri dari keluarga saya. Papa, mama, dan saudara memiliki sifat dan sikap masing-masing, dan untuk menyesuaikan semuanya dalam sebuah kebersamaan yang sepaham merupakan jodoh yang harus saya syukuri.

.

Jika suatu saat, Mie Tarek bangkrut, saya tidak akan menyesal sedikitpun karena yang saya peroleh dari usaha ini bukan semata-mata adalah uang, namun kesan yang tidak bisa diwakilkan dengan rangkaian kata-kata. Pada dasarnya, hidup sangatlah sederhana. Saya hanya berusaha ingin hidup dengan seimbang karena menjadi sukses tidak harus tampak dalam ukuran karir yang menjanjikan. Terkadang, kita terlalu banyak membandingkan orang yang jauh lebih baik dari kita sedangkan kita tidak menyadari apa yang kita miliki, yang bisa kita manfaatkan untuk membuat kita setahap lebih maju. Terkadang, kita memaksa diri untuk melompat 5 langkah padahal kaki kita tidak sepanjang kaki orang lain yang kita bandingkan. Mungkin, orang akan menilai saya, ”Berarti kamu orangnya gak mau berusaha dan tidak bisa berkembang.” Namun, hati saya berkata, “Pandangan kebahagiaan & kesuksesan setiap orang itu berbeda, dan saya memiliki cara saya sendiri untuk memahaminya. Saya akan menerima konsekuensi dari pandangan kebahagiaan saya sendiri.”

 

29 B

Saya sangat bersyukur dimana aspek keluarga telah menjadi kebahagiaan & motivasi terbesar yang bisa saya rasakan ketika kita bisa melalui setiap masalah yang datang dalam keluarga. Keluarga yang harmonis bukan berarti setiap anggota keluarga akan selalu merasakan momen kebahagiaan. Namun dari setiap masalah, hubungan keluarga bisa menjadi lebih dekat dan saling memahami satu sama lain, serta bisa menerima sifat buruk setiap anggota keluarga dan menyesuaikannya dengan lapang dada dan kesabaran. Dari perpisahan, kita juga semakin menghargai sebuah perjumpaan. Kepergian Daniel menimba ilmu di tahun 2015 telah menjadi sebuah momen dimana kita sekeluarga akan semakin menghargai arti kebersamaan. Saya tidak ingin orangtua saya bangga karena pendidikan cumlaude yang saya capai, karir saya yang menjanjikan, ataupun menjadi seorang ayah kelak membangun sebuah keluarga baru, namun bisa menjaga sebuah keluarga sederhana ini melalui setiap kesulitan hidup dengan hati yang sabar dan tegar, berusaha yang terbaik dengan segala kesempatan yang ada, menjadi pribadi yang jujur dalam masyarakat, menghargai apa yang kita miliki dalam hidup, menjadi pendukung di balik layar kesuksesan seseorang, saya rasa itulah arti dari sebuah momen kesederhanaan hidup.

.